"Rumah yang Bertahan di Atas Air — Paalwoningen te Palembang"



Di kota sungai yang tak pernah lelah mengalirkan sejarah, Palembang menyimpan jejak arsitektur yang tak banyak dikenal—Paalwoningen te Palembang. Rumah panggung yang dulu berdiri kokoh di tepian rawa dan anak sungai, kini menjadi saksi dari masa yang perlahan tenggelam.

Aku menyusuri lorong waktu, menatap foto hitam putih dari Leiden University Libraries yang menggambarkan rumah-rumah tinggi bertiang kayu. Bangunan itu disebut Paalwoningen, dari bahasa Belanda: paal berarti tiang, woningen berarti rumah.

Rumah ini bukan rumah adat biasa. Ia lahir dari perpaduan cerdas antara budaya lokal dan teknik Belanda. Dibangun untuk menghadapi tanah Palembang yang lembab dan rawan banjir, rumah ini berdiri tinggi agar aman dari luapan sungai dan gangguan hewan liar.

Lantai rumah terbuat dari papan ulin atau kayu tembesu, tahan rayap dan tak mudah lapuk. Atapnya tinggi dan berventilasi—menyambut angin sebagai tamu tetap. Jendelanya besar, menghadap ke aliran sungai, seolah ingin mengajak air bercerita.

Kini, sebagian Paalwoningen tinggal kenangan, hanya bisa kita temui lewat dokumentasi lama, atau dalam bentuk yang sudah bertransformasi jadi rumah modern.

Namun, nilai-nilai dari rumah panggung ini tetap hidup. Arsitektur yang ramah lingkungan, menyatu dengan alam, dan memperhitungkan cuaca serta aliran air—semuanya adalah kearifan yang tak lekang oleh zaman.

Jika kamu berjalan ke kampung-kampung tua di sepanjang Musi, mungkin kau masih bisa melihat jejaknya. Rumah tinggi, bertiang, bersahaja—berdiri tenang di antara arus zaman yang terus berubah.

Karena di Palembang, rumah bukan sekadar tempat tinggal. Ia adalah warisan, ia adalah identitas.

Berikut beberapa Photo yang Jurnal Rahmad unduh di Leiden University Libraries 

KITLV 153933 (1930) Rumah Panggung di Palembang

KITLV 103150 (1926) Rumah Panggung di Palembang

Salam dari tepian Musi,
Jurnal Rahmad


Tidak ada komentar:

Posting Komentar